Pages

Total Pageviews

Thursday 27 March 2014

Fanatiknya Suporter Indonesia dan Sepakbola Alat Pemersatu Bangsa

Indonesia, negeri yang mempunyai puluhan juta jiwa penduduk yang tersebar di ribuan pulau ini mempunyai beragam, beraneka budaya, perbedaan sifat, dan banyak lagi perbedaan antara satu orang dengan yang lainya. Tapi, ada satu hal yang bisa membuat mereka bersatu, tanpa mengenal asal muasal seseorang, status ekonomi, logat, dan lainya yaitu satu olahraga yang sangat disukai dan dicintai di negeri ini walau memang tak pernah menghasilkan suatu prestasi yang membanggakan, sepakbola.

Pujian Untuk Aremania di situs Hamburg SV
Suporter di Indonesia terkenal luas sebagai salah satu fans yang fanatic, tak hanya di Asia Tenggara, bahkan Eropa sekalipun sudah mengakui tersebut. Terbukti saat klub besar Jerman, Hamburg SV datang ke Indonesia medio Januari untuk melakoni pertandingan persahabatan dengan klub dari Jawa Timur, Arema Malang. Walau harus diakui pertandingan tersebut bagi Hamburg hanya bermotif ekonomi semata karena pelatih mereka, Bert Van Marwijk pun mengakui bahwa pertandingan persahabatan tersebut yang menempuh jarak sangat jauh Jerman-Indonesia yang butuh waktu waktu sangat lama dalam perjalanan sangat melelahkan skuad Hamburg tersebut. Gosipnya mereka dibayar mahal oleh promotor yang mengundang mereka untuk melakukan partai eksibisi itu. Tapi setelah pertandingan, para pemain dari Hamburg merasa takjub dengan Aremania, supporter dari Arema Indonesia. Mereka tak menyangka, di belahan dunia lain, sebuah Negara yang mungkin belum pernah mereka dengar karena memang tak ada prestasi sepakbola kita yang membanggakan, mempunyai supporter yang begitu fanatic, yang tak kenal lelah untuk terus bernyanyi, mendukung tim kesayanganya berlaga dala pertandingan yang tentunya sangat berarti, tak Cuma untuk Aremania, tapi juga untuk para pemain Arema sendiri, kapan lagi mereka bisa merasakan satu lawan satu melawan Rafael Van Der Vaart yang juga salah satu pemain kelas dunia, bermain di stadion Kanjuruhan yang jika dibandingkan dengan stadion Hamburg, kalah jauh.

Jika kita melihat situasi stadion di Liga Indonesia saat pertandingan, hampir pasti penuh terutama untuk tim-tim yang memang terkenal punya basis supporter yang besar seperti Arema, Persib, Persija, Persebaya, Persipura dan klub-klub lainya. Setiap ada pertandingan rasanya seperti satu hari itu diluangkan untuk menonton tim kesayangan bertanding, entah menonton langsung di stadion atau menonton di layar kaca karena tak sempat datang ke stadion.

Kreatifitas Slemania
Atmosfir stadion di Indonesia begitu mencerminkan bahwa sebetulnya dalam sudut pandang supporter kita tak kalah dengan supporter dari klub-klub besar Eropa yang biasa kita tonton di layar kaca, walau tentunya jangan dibandingkan dengan gaya permainanya dan manajemenya. Kita hanya focus dalam membicarakan supporter saja. Suporter kita sebetulnya sangat kreatif, jika anda pernah menonton PSS Sleman saat bertanding maka kalian akan melihat betapa kreatifnya mereka, koreografi yang menawan walau masih ada kekuragan dengan flare yang masih menyala di berbagai sudut.
Sebetulnya flare adalah tradisi, walau memang harus diakui bahwa flare sangat merugikan pertandingan karena asap yang dihasilkan flare tersebut bisa menggangu jalanya pertandingan, bahkan pertandingan bisa berhenti untuk sementara sembari menunggu hilangnya flare tersebut.


Suporter di Indonesia sangat fanatik, sangat hebat saya rasa. Saya masih ingat saat AFF 2010 dimana euforia meledak dimana-mana mengingat permainan Indonesia yang begitu menawan walau akhirnya harus kalah di Leg 1 di Bukit Jalil melawan Malaysia yang sampai sekarang masih jadi misteri apakah ada skandal atau tidak. Saya ingat disaat situasi mulai lesu, saya dan teman saya pun sudah berniat untuk menjual kembali tiket untuk Leg 2 yang diadakan di GBK karena sudah tak ada rasa optimis, tapi membatalkan niat untuk menjualnya karena masih ada sedikit keyakinan bahwa Indonesia bisa membalikan keadaan. Akhirnya memang Indonesia tak mampu membalikan keadaan, tapi euforia di Gelora Bung Karno sungguh luar biasa. Gelora Bung Karno seperti tak mampu untuk menutupi ledakan ribuan penonton yang ingin mendukung langsung Indonesia melawan musuh bebuyutanya, melebihi kapasitas dan saya rasa hampir mendekati 100.000 penonton di dalam stadion dan masih ribuan penonon di luar stadion yang memang tak mendapat tiket. Bernyanyi bersama demi Merah Putih sampai peluit tanda berakhirnya babak kedua dibunyikan, saya merasa bangga berada di kerumunan supporter gila ini.

Namun sayang, fanatisme ini kadang suka  terlalu berlebihan, bahkan merugikan khalayak luas, terutama di tingkat klub. Selalu saja ada keributan di khalayak supporter terutama jika bertemu dengan klub rival, seperti derbi Persija-Persib. Bahkan ada kabar selalu saja ada korban jiwa jika kedua tim ini bertemu. Tentu sangat disayangkan jika klub yang secara geografis ini hanya berjarak 2 jam ini saling bermusuhan.
Coba bayangkan jika tak ada permusuhan di antara kedua belah pihak, hanya ada permusuhan di dalam stadion, yaiutu saling adu kreatifitas dalam mendukung tim masing-masing, itu akan jadi hiburan yang hebat untuk kedua belah pihak.

Sepakbola itu hebat, supporter Indonesia itu sangat fanatik denganya. Kalau bisa dimanfaatkan dengan baik tanpa ditunggangi kepentingan lain, sepakbola bisa jadi alat untuk pemersatu bangsa sepeti bila timnas bermain, tak peduli dia pendukung klub apa, darimana, semua akan bersatu, bernyanyi bersama untuk mendukung para pembawa lambang Garuda mengharumkan Merah Putih di atas lapangan.


“Sepakbola adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa untuk kita semua, manfaatkan dengan sebaik mungkin sebagai alat untuk pemersatu bangsa, bukan untuk memecah belah bangsa.”

Sunday 23 March 2014

Passion ?

Passion, apa sih passion sebenernya? Kenapa banyak orang yang suka bicara tentang passion-passion apalah itu. Apa sih sebenernya?

Menurut saya pribadi sih, passion itu semacam keinginan yang memang benar-benar kita inginkan untuk melakukanya. Tapi, ga semua yang kita lakuin itu sesuai dengan passion kita sendiri. Gak semua yang kita lakuin itu sesuai dengan apa yang sebenernya kita pengen. Kadang kita ngeliat orang yang ngejalanin hidup ataupun pekerjaanya yang memang sesuai dengan passionya. Dan kita pun seketika merasa agak sedikit iri, kenapa kita gak bisa kaya mereka? Kenapa kita gak ngejalanin hidup dan pekerjaan sesuai dengan passion kita? Yang bener-bener kita inginkan ? Kenapa mereka bisa sedagkan kita enggak ? Apa ada yang salah?
Kalau kata orang-orang, masa depan itu misteri. Ibarat kata hidup kita itu kaya novel yang masih dalam masa penulisan. Kita ga selamanya bisa ngelakuin semuanya sesuai dengan apa yang kita pengen. Saya pengen jadi jurnalis, tapi sekarang saya kuliah di perhotelan. Gak semuanya sesuai dengan apa yg lo pengen. 

Walaupun hati nolak, tapi itu memang kewajiban dan Alhamdulillah saya sekarang sudah hampir lulus, satu tahun lagi insya allah. Walau perhotelan bukan passion saya, seenggaknya itu memang pilihan sejak awal. Kita memilih, kita tanggung jawab dengan pilihan tersebut, simple. Ini bukan game yang bisa kita restart lagi kalo udah nyesel, ini dunia nyata yang gak ada kata restart, yang ada Cuma continue .  Yang bisa kita lakuin Cuma ngejalanin semuanya dengan seikhlas mungkin, walau emang ngerasa “ini bukan passion gue” tapi itu pilihan lo, ya tanggung jawab dengan pilihan. Sama aja kaya lo mutusin buat pacaran, nah harus tanggung jawab kan sama hubunganya. Passion ga selamnya harus kita turutin karena ga selamanya passion itu bakal ngedatengin kesuksesan dalam hidup, kalau menurut saya sih gitu walau emang banyak teman saya yang ngejalanin hidupnya sesuai dengan passion mereka sebagai musisi and they can. 

Okey, passion ga selamanya harus jadi yang utama dalam hidup, kita bisa lakuin itu jadi side job, anggep aja nyalurin hobi yang bisa dilakuin kalo lagi ga sibuk dengan kerjaan. Inget aja, hidup cuma sekali, jangan selalu ikutin kata hati, pikir pake logika dan pakai pertimbangan yang matang.


There’s no second chance, life is not Nintendo game – 2Pac. 

Now You Better Believe! #YNWA

Ini cerita tentang klub yang pernah Berjaya di era sebelum 90an. Klub yang begitu ditakuti di seantero Eropa yang mendengar namanya saja, lawan pun ciut karena kedahsyatan mereka. Mereka merajai Inggris dan juga Eropa, dengan 18 gelar liga Inggris dan 4 gelar Liga Champions di era 60-80an, mereka begitu dihormati. Tapi semua berubah saat memasuki era 90an, dimana era Liga Premier dimulai.  Klub yang dulu begitu merajai Inggris berhenti mendadak, stuck di masa lalu seakan akan tak bisa move on dari masa lalu. Tak perna berhasil meraih gelar liga Inggris, hanya gelar minor di Inggris dan Eropa.

Untunglah di tahun 2005, keajaiban itu mucul. Perjalanan menuju final yang begitu berkelas diwarnai kontroversi di semifinal saat gol si nomor 10 yang masih diperdebatkan sudah melewati garis atau belum yang berhasil mengantar klub ini melaju ke Istanbul, tempat digelarnya final UEFA Champions League. Di final, lawanya adalah salah satu raksasa Italia, Eropa dan dunia. Sama-sama berbaju merah dengan materi pemain yang jika di atas kertas, klub dari Inggris ini taka da apa-apanya. Dan benar saja, di babak pertama, klub Inggris ini tak berdaya dan diluluh lantakan 0-3 oleh raksasa Italia ini.

Entah apa yang dilakukan sang pelatih dari klub Inggris tersebut, memasuki babak kedua, diawali dengan gol header dari sang kapten, tendangan dari luar kotak penalti pemain cadangan yg baru saja masuk, dan penalti yang walau berhasil di tepis tapi sang pemain berhasil memanfaatkan bola rebound tersebut, skor berubah menjadi 3-3 hanya dalam waktu 6 menit! Semua tercengang, bahkan para pemain dari klub italia tersebut yang kabarnya sudah bernyanyi seakan mereka akan juara dengan mudah saat istirahat babak pertama, terkesan shock, tak percaya bahwa klub asal Inggris ini bisa memutar balikan semuanya.


Penampilan hebat klub  Inggris ini yang berhasil menahan gempuran raksasa Italia termasuk saat babak perpanjangan waktu, striker tajam klub Italia asal Ukraina tinggal one-on-one dengan kipper tapi seperti grogi dia tak bisa menceploskan bola ke gawang. Dan akhirnya pertandingan melaju ke babak penalty, beberapa penendang dari kedua belah pihak sama-sama ada yg berhasil dan tidak berhasil. Akhirnya penentuan ada di pundak sang striker asal Ukraina yg td gagal dalam one-on-one dengan kiper klub Inggris asal Polandia. Suasana stadion dan pemain dari kedua belah pihak terdiam, mencekam menanti hasil dari penalty ini. Dan,  sang striker Ukraina itu menendang bola ke tengah dan kipper polandia tersebut sudah salah jatuh ke kanan, tapi tanganya masih bisa menggapai bola tersebut. Dan anda pun tahu siapa klub yang saya maksud di atas dan istilah terkenal mereka, “Miracle of Istanbul”. Yap, Liverpool berhasil membuat rugi rumah judi dengan membuktikan bahwa mereka bisa menjadi juara melawan sang raksasa Italia, AC Milan.

Musim ini, setelah beberapa tahun Liverpool absen di Eropa karena masalah performa dan lain-lain, sekarang terlihat bahwa tim ini memang seharusnya pentas di Eropa, karena sudah tradisi mereka untuk tampil di Eropa. Permainan yg ciamik di bawah komando sang pelatih muda, Brendan Rodgers, dibawah bimbingan sang kapten legendaris, satu-satunya pemain yang tersisa dari skuad Miracle of Istanbul, Steven Gerrard dan duet maut di lini depan SAS, Suarez-Sturridge yang masing sudah mencetak 27-19 gol di Liga Inggris dan juga belum pernah kalah di tahun 2014 ini. Setalah terakhir menjadi kandidat juara di tahun 2008 yang mengakhiri musim di posisi kedua, sekarang menjadi title contender lagi berkat permainan yng mengesankan dari Anfield Gang ini. Target utama di awal musim adalah merebut jatah ke Liga Champions, hal yg sudah 70-80% akan di raih, lama-kelamaan berubah menjadi perebut gelar juara, suatu hal yg diidam-idamkan karena sudah 20 tahun lebih Liverpool tak meraihnya. Nada optimisme dari supporter coba diredam oleh Rodgers yang selalu bilang kalau Liverpool tak pernah memikirkan gelar juara, hanya liga chmapions saja. Tapi dari penampilan klub sampai sekarang, siapa yg meragukan kemampuan Liverpool untuk jadi juara? Saya ingat saat Liverpool mengalahkan MU 0-3 di Old Trafford, komentatornya bilang “ Title Contender? Now you better believe” Harapan memang selalu ada tapi skuad Liverpool selalu bilang hanya focus ke laga berikutnya, karena nanti mereka masih akan melawan City dan Chelsea di Anfield, 2 pesain terkuat saat ini dalam merebut gelar. Tapi tak ada yang tak mungkin, mungkin nanti ada Miracle lain setelah Miracle of Istanbul.


Now, You Better Believe! #YNWA